Minggu, 08 Mei 2011

SARBANES OXLEY ACT

Pada tanggal 20 july 2002, di Washington, USA, Presiden W. Bush menandatangani UU Sarbanes Oxley Act 2002 yang merupakan UU yang mengubah UU tentang surat berharga dan UU lainnya yang relevan. UU ini dikenal sebagai respons terhadap berbagai skandal korporasi yang melibatkan perusahaan Enron, Global Crossing, World Com, Adelphi Communication, Merck, dan lain sebagainya. Skandal ini dinilai sebagai kerja sama apik antara manajemen, konsultan, analisis, dan akuntan publik yang ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya memalui rekayasa keuangan yang mempengaruhi sentimen pasar modal.
Dalam teori pasar modal khususnya di Amerika dikenal apa yang disebut dengan teori Hipotesis Pasar Efisien atau Efficient Market Hypothesis. Menurut teori ini perilaku pemain pasar modal sangat tergantung pada informasi yang tersedia di pasar modal dan diasumsikan semua pihak bisa akses kepada kesediaan informasi yang ada. Sehingga informasi yang baru akan mempengaruhi pasar. Informasi yang baik akan memberikan dampak positif pada sentimen pasar dan informasi jelek akan menurunkan harga pasar saham. Memang dalam teori pasar modal-pasar modal suatu tingkat efisiensi pasar modal yang satu dengan yang lain bisa berbeda. Ada pasar yang tingkat efisiensinya kuat, semi kuat atau semi lemah. Ukuran kuat lemahnya tergantung pada sejauh mana reaksi pasar terhadap informasi baru yang muncul. Jika reaksi itu langsung, disebut kuat, namun, jika tidak bereaksi, dianggap pasar dengan efisiensi yang lemah. Dalam berbagai penelitian pasar modal di Amerika dan di negara maju lainnya dinilai pasar dengan efisiensi yang kuat sedangkan di negara berkembang seperti Jakarta ada yang menilai kuat dan ada yang lemah tergantung pada periode penelitian, jenis saham, dan jenis informasinya.
Kasus Enron yang sempat meruntuhkan Kantor Akuntan Publik Big One Arthur Anderson di seluruh dunia dan merumahkan puluhan ribu tenaga akuntannya. Akibatnya, pemerintah Amerika tentu sangant khawatir karena dampak dari skandal ini sangat luar biasa, bisa melunturkan kepercayaan publik kepada professi akuntan, pasar modal dan sisitem keuangan kapitalis yang dibangun dengan sentimen pasar modal ini.
Sebenarnya kalau dikaji lebih dalam inti permasalahannya adalah upaya menerapkan lebih tajam tata kerja yang baik sesuai ketentuan yang berlaku yang sudah dimiliki oleh semua profesi termasuk semua profesi akuntan. Dari situasi ini muncul istilah baru yang sangant populer, yaitu istilah “GCG” atau Good Corporate Governance. Istilah baru ini hanya merajut kembali berbagai konsep yang sudah ada selama ini seperti istilah akuntabilitas, transparansi, independensi, objektivitas. Yang disajikan oleh UU Sarbanes Oxley itu adalah :
1. Tanggung Jawab Perusahaan
Dengan adanya UU ini maka tanggung jawab semua terafiliasi dalam perusahaan semakin diminta dan ditekankan. Komite audit harus aktif, pengawasan auditor diperketat, pemisahaan yang lebih jelas antara audit service dengan non-audit service, dan perlunya persetujuan dan pengungkapan atas semua jasa non-audit. Direktur Utama perusahaan serta Direktur Keuangan harus membuat pernyataan bahwa laporan keuangan yang disajikan akurat dan tidak menimbulkan salah tafsir dan telah menerapkan sistem pengawasan internal yang sehat dan tidak ada keterlibatan pinjaman mereka kepada perusahaan.
2. Auditor
Walaupun selama ini sudah diatur tentang independensi akuntan publik, dalam UU ini diperketat lagi kewajiban mempertahankan independensi akuntan dan membentuk Dewan Pengawasan Akuntan Publik. UU ini melarang pemberian jasa non-audit di luar jasa perpajakkan dan adanya kewajiban untuk menggilir pelaksana dan penanggung jawab audit.
3. Pengungkapan Diperluas
Beberapa hal yang wajib diungkapkan adalah : manajemen dan auditor setiap tahun harus menolak sistem pengawasan internalnya. Seperti halnya di industri perbankan, semua pembiayaan yang bersifat off-balance sheet dan pembiayaan yang bersifat kontingensi harus diungkapkan. Laporan proforma wajib disajikan. Transaksi saham intern harus dilaporkan dalam jangka waktu dua hari. Beberapa informasi tertentu yang dianggap penting harus dilaporkan dalam real time.
4. Analis
Analis saham harus dapat mengungkapkan kemungkinan konflik kepentingan.
5. SEC
SEC memperluas objek reviewnya terhadap laporan keuangan perusahaan, meningkatnya kekuasaan untuk memaksa perusahaan melaksanakan peraturannya dan menaikan biaya hukuman terhadap setiap pelanggaran UU pasar modal.
Semua ketentuan baru itu berlaku pada perusahaan di Amerika dan non-Amerika. Baik yang mengeluarkan saham atau obligasi di pasar modal Amerika. Tentu saja UU ini akan berpengaruh juga pada perusahaan Indonesia yang mendaftarkan sahamnya di pasar modal Amerika seperti PT Telkom, PT Indosat dan sebagainya. Jika hal ini berpengaruh maka sudah otomatis akan mempengaruhi profesi akuntan di Tanah Air khususnya yang mengaudit perusahaan yang dipengaruhi oleh Sarbanes Oxley.

Sumber :Sofyan Syafri Harahap, “Teori Akuntansi” hal 167

Tidak ada komentar:

Posting Komentar